Kamis, 05 Maret 2009

Business Proses Reengineering (BPR)

I. PENDAHULUAN

Pada kondisi lingkungan bisnis saat ini, strategi jangka panjang yang telah disusun bisa saja berubah dengan munculnya tindakan dadakan sebuah perusahaan. Tindakan ini bertujuan untuk mengantisipasi segala bentuk perubahan baik secara internal maupun eksternal. Perusahaan yang tidak siap dengan bergejolaknya lingkungan bisnis dipastikan tidak akan mampu bertahan dipasar, masih banyak perusahaan yang cenderung melupakan tujuan meraih keunggulan kompetitif, mereka hanya focus pada usaha untuk mengantisipasi gejolak ketidakpastian yang terjadi pada saat ini dan cenderung lebih mengutamakan kepentingan menyelamatkan diri dari bergejolaknya kondisi ekonomi. Pada saat ini merupakan waktu yang tepat bagi perusahaan untuk melakukan masa transisi melalui adanya proses pembelajaran (learning proses) apakah praktik-praktik manajemen (management practices) yang diterapkan masih relevan atau tidak. Praktik-praktik manajemen saat ini memiliki kecenderungan mengarah pada bentuk organisasi yang ramping (lean), datar (flat), dan fleksibel dengan tujuan menjadikan organisasi tersebut menjadi organisasi yang bisa bergerak lincah dalam mengantisipasi berbagai perubahan yang terjadi. Tetapi tidak sedikit perusahaan yang tanpa menggunakan perhitungan yang matang langsung melakukan revolusi (reengineering) penciutan organisasi, pemangkasan jenjang organisasi di berbagai bidang, dan melakukan pemutusan hubungan kerja. Kejadian ini membawa dampak pada banyaknya sumber daya manusia (SDM) yang sudah terdidik, terlatih, berpengalaman, profesional, kompeten, dan bisa menjadi sumber keunggulan kompetitif menjadi korban akibat tindakan dan keputusan tergesa-gesa yang diambil perusahaan.

II. PEMBAHASAN

A. Konsep Reengineering
Reengineering adalah proses berpikir kembali (rethinking) dan proses perancangan kembali (redesign) secara mendasar (fundamental) untuk memperoleh perbaikan yang memuaskan atas kinerja perusahaan yang mencakup cost, quality, delivery, service, and speed dengan pengukuran yang teliti atau kontemporer. Reengineering bisa juga diartikan sebagai inovasi proses, atau perencanaan visi strategik dan strategi kompetitif baru serta pengembangan proses bisnis baru yang mendukung visi tersebut.
Definisi reengineering memuat empat kata kunci, yaitu:
1. Process, yaitu serangkaian aktivitas yang mengubah masukan menjadi keluaran. Terdapat tiga aktivitas dalam proses yaitu:
a. Value-adding activities : aktivitas untuk menghasilkan nilai tambah,
b. Hand-off activities : aktivitas yang memindahkan aliran kerja dengan melewati hambatan-hambatan fungsional, departemental atau organisasional, dan
c. Control activities : aktivitas yang tercipta untuk mengendalikan Hand-off activities.
2. Strategik and value added. Target utama bisnis proses reengineering adalah stratgei dan nilai tambah. Untuk memaksimalkan tingkat pengembalian investasi dalam reengineering, perusahaan mulai memfokuskan pada proses yang terpenting dalam perusahaan, yaitu tidak hanya strategi dan nilai tambah tetapi keseluruhan system, kebijakan dan struktur organisasi yang mendukung proses.
3. Optimization of work flow and productivity in organization, yaitu meningkatkan produktivitas, pangsa pasar, pendapatan, tingkat pengembalian investasi dan asset. Proses bisnis reengineering dapat diukur dari pengurangan biaya per unit.
4. Rapid, radical and redesign. Rekayasa ulang harus dilaksanakan secara cepat dan radikal serta merancang kembali proses bisnis untuk menghilangkan aktivitas yang tidak perlu.
Tujuan proses bisinis reengineering adalah perbaikan proses untuk meningkatkan kepuasan total baik bagi pelanggan internal maupun pelanggan eksternal, menurut Andrews dan Stalick tujuannya adalah sebagai berikut :
- Meningkatkan kemampuan organisasi dalam menghasilkan barang atau jasa yang khusus serta mempertahankan produksi masal.
- Meningktkan kepuasan atas barang atau jasa sehingga pelanggan akan memilih barang atau jasa perusahaan daripada perusahaan pesaing.
- Membuat lebih mudah dan menyenangkan bagi pelanggan untuk melakukan bisnis dengan perusahaan.
- Memutuskan batasan organisasional, membawa pelanggan kepada saluran informasi melalui komunikasi, jaringan dan teknologi computer.
- Mempercepat waktu respon kepada pelanggan, mengeleminasi kesalahan dan ketidak puasan, serta mengurangi pengembangan barang atau jasa dalam waktu siklus pabrik.
- Memproses permintaan pelanggan yang lebih dan peningkatan volume dari setiap pelanggan serta menetapkan harga “value-driven” untuk pelanggan tanpa mengurangi profitabilitas.
- Memperbaiki kualitas kerja dan kemampuan individu dalam memberikan kontribusi pada perusahaan.
- Memperbaiki pembagian dan kegunaan pengetahuan organisasi sehingga organisasi tidak tergantung pada keahlian beberapa orang saja.
Dalam melakukan proses bisnis reengineering harus berlandaskan pada beberapa prinsip-prinsip, yang terdiri dari :
- Mengorganisasikan hasil dari seluruh langkah dalam proses, bukan satu langkah saja.
- Orang yang mengusulkan disain proses baru tersebut harus bisa melakukannya dengan tepat.
- Pekerjaan dalam memproses inromasi diusahakan menjadi kerja nyata yang menghasilkan informasi akurat yang dibutuhkan.
- Sumber-sumber produksi yang letaknya menyebar harus dibuat agar seolah-olah disentralisasikan.
- Lebih menghubungkan aktivitas parallel daripada mengintegrasikan hasilnya.
- Meletakkan titik keputusan di mana pekerjaan tersebut dilakukan, dan menentukan kontrol atas proses tersebut.
- Menerima informasi satu kali saja daripada menerima informasi berulang kali.
Proses bisnis reengineering memiliki beberapa tahapan yang terdiri dari 3R, yaitu :
1. Rethink, Memikirkan kembali tujuan yang akan dicapai saat sekarang dengan asumsi yang diperlukan untuk menentukan apakah tujuan tersebut masih bisa digunakan pada komitmen yang baru untuk memenuhi kepuasan pelanggan di waktu yang akan datang.
2. Redesign, Mencakup analisis tentang cara organisasi dalam pemproduksi barang atay jasa, bagaimana struktur kerjanya, siapa yang menyelesaikan suatu tugas tertentu dan apa hasil yang dicapai dari masing-masing prosedur tersebut.
3. Retool, Mencakup evaluasi tentang keuntungan atau manfaat yang diperoleh dari teknologi mutakhir yang digunakan khususnya pada electronic word and data processing system untuk menentukan kemungkinan merubah teknologi tersebut agar kualitas meningkat.
Jika perusahaan telah menentukan bahwa suatu proses tidak efektif dan efisien maka perusahaan harus merancang kembali proses baru dengan langkah-langkah sebagai berikut:
1. Menentukan tujuan bisnis dan proses.
2. Menentukan proses mana yang akan diubah/diperbaiki.
3. Memahami dan mengukur proses yang lama tersebut.
4. Menentukan tingkat informasi teknologi yang dibutuhkan.
5. Merancang dan membuat suatu model mengenai proses yang baru.

B. Risiko Reengineering.
Pada organisasi perusahaan dan proses bisinis, penerapan reengineering yang tepat dapat menjanjikan perubahan secara drastis, seperti peningkatkan kinerja organisasi dan karyawan. Tetapi jika penerapan reengineering tidak dilakukan secara tepat (gagal), maka terdapat resiko yang akan dialami perusahaan, antara lain :
- Risiko teknis (technical risk) yaitu risiko yang terjadi karena terbatasnya kapabilitas teknologi yang digunakan organisasi dalam proses reengineering.
- Risiko finansial (financial risk) terjadi jika proyek reengineering tidak berjalan sesuai dengan rencana, atau jika tidak selesai tepat pada waktunya dan tidak sesuai dengan biaya yang dianggarkan.
- Risiko politis (political risk) yaitu terjadinya resistance to change terhadap proyek-proyek reengineering.
- Risiko fungsional (functional risk) merupakan kesalahan sistem disainer dalam memahami kebutuhan organisasi dan kurangnya keterampiland an pengentahuan pelaksana, sehingga mengakibatkan kapabilitas sistem yang dirancang tidak tepat.
- Risiko proyek (project risk) adalah risiko yang bisa terjadi jika personel pemroses data tidak memahami dan tidak familiar terhadap teknologi baru, sehingga menimbulkan masalah-masalah yang kompleks.

C. Tantangan Kondisi Lingkungan bisnis
Dalam menghadapi dinamika perubahan lingkungan bisnis yang demikian pesat, sebaiknya tindakan mana yang dilakukan perusahaan untuk mengantisipasinya? Terdapat dua pilihan yang dapat dilakukan oleh perusahaan baik melakukan perubahan evolusi secara bertahap dan continuous improvement atau melalui reengineering yang bersifat revolusioner, radikal dan dramatis. Cara terbaik yang ditempuh perusahaan adalah tergantung pada kemampuan perusahaan itu sendiri dalam mengintegrasikan kedua paham yang bertentangan tersebut, yang pada gilirannya nanti akan menghasilkan tindakan yang mampu mengantisipasi dan beradaptasi dalam dinamika perubahan lingkungan bisnis. Pada kondisi lingkungan yang jumlah pesaingnya relative masih sedikit, tingkat ketidakpastiannya rendah, maka bentuk organisasi yang gemuk (fat) dan kaku mungkin masih bisa bertahan. Tetapi pada kondisi yang tingkat persaingannya ketat, penuh ketidakpastian dan tidak dapat diprediksi, dan terakhir terjadinya krisis dan gejolak ekonomi yang berkepanjangan, organisasi berusaha melakukan perubahan secara drastis (reengineering). Tidak sedikit organisasi yang melakukan pemangkasan dan mengubah dirinya menjadi organisasi yang ramping (lean organization). Tetapi ini dirasakan kejam bila dipandang dari sisi pemanfaatan sumber daya manusia, Namun tindakan-tindakan ini bukan merupakan cerminan budaya manusia sebagai anggota organisasi. Dengan pemangkasan dan penciutan, otomatis menyebabkan terjadinya pemutusan hubungan kerja, memang mengurangi biaya operasional dan meningkatkan produktivitas. Di sisi lain karyawan-karyawan yang masih ada merasa lebih terbeban karena tanggung jawab yan dipikul menjadi lebih berat, belum lagi jika kondisi lingkungan kerja tidak mendukung. Akibatnya timbul kekecewaan dan ketidakpuasan bahkan terjadi frustasi karyawan. Tindakan seperti ini tampak cenderung mengabaikan dimensi pengembangan manajemen SDM.

D. Kegagalan Reengineering
Untuk menghindari risiko yang diakibatkan dari penerapan reengineering, kita harus mengetahui factor-faktor yang menyebabkan kegagalan penerapan reengineering, Kegagalan ini berhubungan dengan factor-faktor manajemen sumber daya manusia yang tidak sepenuhnya dipahami dan dipertimbankan. Dari sudut pandang manajemen sumber daya manusia, kegagalan reengineering disebabkan oleh dua factor utama, yaitu : Menolak untuk berubah (resistance to change) dan Kurangnya komitmen manajemen (lack of management commitment), sedangkan factor lainnya diluar sudut pandang managemen sumber daya manusia adalah : system informasi yang kurang memadai dan kurangnya keleluasaan (breatdh) dan kedalaman (depth) analisis terhadap factor-faktor kritis reengineering.
- Menolak untuk berubah (Risistence to change)
Merupakan masalah utama reengineering yang bisa terjadi karena reengineering tidak hanya terkait dengan teknologi tetaipi juga berpengaruh perilaku, nilai-nilai dan budaya organisasi. Disamping itu resistance to change juga dipicu oleh tidak adanya visi, lingkungan operasi dan lingkungan bisnis radikal.
Reengineering tidak cukup hanya semata-mata mengubah proses, tetapi yang penting adalah mengubah manajemen, memeberdayakan SDM, memupuk kreativitas serta human skill, sehingga mereka tidak menolak untuk berubah dan memiliki komitmen terhadap organisasi. Untuk mewujudkan semua ini perusahaan dituntut untuk memberikan pendekatan tentang konsep dan teknik reengineering, mengkomunikasikan visi dan misi, mengartikulasikan situasi kompetitif perusahaan serta menanamkan pemahaman yang mendalam tentang budaya, nilai-nilai organisasi, dan masalah-masalah organisasional. Tanpa pengetahuan dan pemahaman orang yang terlibat, maka reengineering tidak akan memberikan manfaat jangka panjang. Grover, dkk. (1995) memiliki argumen bahwa terjadinya resistance to change perlu diidentifikasi penyebab utamanya, apakah disebabkan oleh SDM-nya, sistem, atau interaksi berbagai pihak, sehingga bisa dilakukan tindakan-tindakan yang tepat. Sedangkan Hall memberikan saran untuk mengatasi resistance to change dengan komunikasi secara terbuka, dengan mengintensifkan interaksi dan kerja sama antara pihak manajemen dan pihak karyawan. Komunikasi yang baik akan membangun komitmen, memberikan pemahaman tentang perlunya reegineering dan meningkatkan kinerja perusahaan secara berkesinambungan.
- Kurangnya komitmen manajemen (lack of management commitment)
Komitmen manajemen sangat diperlukan dalam melakukan reengineering. Reengineering akan menghadapi kemungkinan kegagalan yang sangat besar tanpa adanya komitmen penuh pucuk pimpinan, dalam arti mereka harus memahami bagaimana peran pimpinan dalam suatu organisasi yang sedang mengalami perubahan radikal dan membangun konsensus semua jenjang hirarki. Agar menajemen memiliki komitmen terhadap keberhasilan proyek reengineering, maka eksekuti senior pun seharusnya terlibat seara aktif dalam jajaran manajemen, serta memeberikan kesempatan untuk menempatkan orang-orang terbaiknya menjadi anggota tim proyek. Hal ini perlu dilakukan karena fenomena menunjukkan bahwa seringkali perusahaan dalam melakukan reengineering menyerahkan sepenuhnya kepada konsultan. Hall menyimpulkan bahwa kesuksesan reengineering menurut komitmen jajaran manajemen untuk menginvestasikan waktunya sekitar 20% sampai 50% pada tahap pelaksanaan. Hal ini bisa dilakukan dengan mengadakan pertemuan rutin untuk memberikan informasi mengenai perkembangan reengineering dan mereview secara komprehensif mengenai hal-hal yang berkaitan dengan kebutuhan pelanggaran, kondisi ekonomi, kecenderungan pasar. Disamping itu juga mengevaluasi tingkat efisiensi (cara kerja yang lebih cepat dengan tingkat biaya yang lebih rendah), keefektifan (melakukan pekerjaan dengan lebih baik dan kemampuan menghasilkan kualitas kerja lebih yang tinggi) dan transformasi (perusahaan cara mendasar pada cara kerja orang-orang maupun departemen maupun perubahan sifat bisnis itu sendiri) baik pada level fungsional, lintas fungsi, maupun organsiasi secara keseluruhan.
- System informasi yang kurang memadai
Menurut Martinez sebagian besar perusahaan yang gagal dalam proyek reengineering disebabkan oleh adanya sistem informasi yang kurang memadai dan tidak menempatkan sistem informasi sebagai mitra kerja yang benar (true partner). Tanpa kemitraan yang bersifat membangun (constructive partner), kepemimpinan teknologi, dan fokus pada pengelolaan sistem informasi yang baik maka reengineering
lebih banyak menemui kegagalan. Selanjutnya Martinez berpendapat bahwa pada sebagian besar perusahaan, sistem informasi dituntut memiliki kemampuan untukmmengidentifikasi disain danm mengimplementasikan teknologi yang dapat diterapkan dan manajemen solusi yang berbasis teknologi. Pendapat ini didukung pula oleh Davenport dan Stoddart, bahwa sistem informasi berperan penting dalam mengeliminasi faktor-faktor penghambat keberhasilan reengineering. Kedudukan sistem
informasi dalam proyek reengineering bisa berperan sebagai mitra kerja (partnership)
atau sebagai pendukung (support).
- Kurangnya keleluasaan (breatdh) dan kedalaman (depth) analisis terhadap factor-faktor kritis reengineering
Hal ini menyebabkan kegagalan dalam proyek reengineering. keluasan di sini meliputi aktivitas-aktivitas yang perlu dilakukan manajer untuk mengidentifikasi aktivitas-aktivitas yang akan dan sedang didisain kembali untuk menciptakan nilai dalam unit bisnis dan organisasi secara keseluruhan. Sedangkan kedalaman menyangkut identifikasi seberapa besar unsur-unsur peran, tanggung jawab, pengukuran dan insentif, struktur organisasi, teknologi informasi, nilai-nilai bersama, dan skill keberhasilan reengineering.

E. Keberhasilan Reengineering
kunci keberhasilan dalam melakukan reengineering terletak pada pengetahuan dan kemampuan melaksanakannya, bukan keberuntungan. Bila mengetahui aturan-aturannya dan menghindari berbuat kesalahan, maka kemungkinan besar akan berhasil. Langkah pertama menuju keberhasilan reengineering adalah mengenali kegagalan umum dan belajar mencegahnya. Untuk mencapai keberhasilan dalam BPR, terdapat beberapa faktor yaitu :
1. Vision
Vision merupakan gambar tentang apa yang dikehendaki yang menyangkut : orang, produk, pelayanan, proses, fasilitas, kultur dan pelanggan. Setiap orang dalam organisasi harus mampu mengerti, memahami, menjiwai dan menggambarkan visi tersebut sehingga semua tindakan dan keputusan selalu membawa perusahaan makin dekat pada visi yang telah ditentukan. Kegiatan-kegiatan yang menyangkut visi antara lain :
- Menentukan strategi yang tepat
- Menjelaskan alasan mengapa dilakukan Bisnis Proses reengineering
- Mengembangkan suatu cita-cita masa depan yang dipahami semua orang
- Menentukan target yang harus dicapai
- Menjelaskan hubungan antara usaha BPR dengan usaha yang sudah dilakukan
- Membuat peta perubahan-perubahan sampai pada tahap akhir
2. Skills
Baik interpersonal skill maupun teknik skill, keduanya sangat diperlukan karyawan agar mereka mampu melaksanakan tugas-tugas dalam proses baru. Aktivitas yang dilakukan dalam peningkatan skill antara lain :
- Mendidik pimpinan puncak mengenai konsep dan implikasi BPR
- Menginventarisasi tipe kepemimpinan yang dibutuhkan untuk melakukan proses baru
- Berfikir luas masa depan
- Mengubah desain dan mengembangkan hal-hal dari luar ke dalam perusahaan
- Memperoleh dukungan sarikat pekerja dan
- Mengelola perbedaan atau konflik secara baik dan konstruktif.
3. Incentives
Apabila karyawan dapat memahami dan merasakan perubahan secara drastis membawa perbaikan bagi karyawan, maka mereka dapat melakukan perubahan secara lebih baik. Beberapa hal yang menyangkut insentif anatara lain :
- Perubahan harus dipimpin, disosialisasi dan dibuat target tertentu oleh pimpinan perusahaan
- Tim manajemen bertanggung jawab atas keberhasilannya
- Hilangkan rasa ketakutan
- Memberi penghargaan dan pengakuan atas keberhasilan dan prestasi karyawan
- Perubahan sikap dan budaya dengan sistem dan suri tauladan dari pimpinan perusahaan.
4. Resources
Beberapa hal dan aktivitas dalam pengalokasian sumber daya antara lain :
- Komitmen manajemen puncak untuk melaksanakan perubahan
- Paling sedikit 25% dari waktu manajemen puncak melaksanakan perubahan
- Mengadakan pelatihan dan bimbingan dalam melaksanakan perubahan
- Melakukan benchmarking
- Memanfaatkan sumber daya seefektif dan efisien mungkin.
5. Action plan.
Action plan adalah perencanaan dari serangkaian aktivitas, penanggung jawab dan jadwal waktu serta target yang terinci.

III. KESIMPULAN

Bisnis proses engineering merupakan salah satu pendekatan untuk meningkatkan keunggulan kompetitif di tengah persaingan yang makin ketat. Dalam menghadapi kondisi krisis, ketidakpastian, dan dinamika perubahan yang cepat, organisasi perlu berhati-hati dalam mengambil tindakan reengineering secara parsial. Penyebab kegagalan reengineering yang utama adalah resistance to change, kurangnya komitmen manajemen, Sistem informasi yang kurang memadai, dan Kurangnya keluasan dan kedalaman analisis terhadap faktor-faktor kritis reengineering. Untuk mencapai keberhasilan dalam proses bisnis reengineering terdapat lima faktor utama yaitu : vision, skills, incentives, resources dan action plan.



Tidak ada komentar: